Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan langkah perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) masker berbahan kain.
Masker kain yang digunakan dengan benar dapat berfungsi efektif mencegah percikan air liur atau droplet. Penggunaan masker juga menjadi salah satu langkah pencegahan penyebaran dan penularan virus corona.
SNI yang disusun Kemenperin telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil-Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor 408/KEP/BSN/9.2020 pada 16 September 2020.
Hal ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksi dan menjadi standar minimun bagi produk impor.
Bagaimana pengaturannya?
Dalam SNI 8914:2020, masker kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni
Tipe A untuk penggunaan umum
Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri
Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel
SNI mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, seperti daya tembus udara bagi tipe A, daya serap kurang lebih dari 60 detik untuk semua tipe masker kain, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.
Lebih lanjut, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva juga diatur di dalamnya.
Selain itu, ditetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS, dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, hingga nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang memakai antibakteri.
Filtrasi pada masker kain berdasarkan penelitian antara 0,7-60 persen, di mana semakin banyak lapisan maka semakin tinggi efisiensi filtrasinya.
Dua Lapis Kain
SNI ini mensyaratkan masker harus mempunyai minimal dua lapis kain. Kombinasi bahan yang paling efektif digunakan merupakan kain dari serat alam seperti katun, ditambah dua lapisan kain chiffon mengandung polyester-spandex yang mampu menyaring 80-90 persen partikel, tergantung ukuran partikelnya.
Masker kain SNI 8914:2020 dapat digunakan dalam aktivitas di luar rumah atau saat berada di ruang tertutup seperti kantor, pabrik, tempat perbelanjaan, dan transportasi umum.
Dalam ruang lingkup SNI terdapat pengecualian standar, yang tidak berlaku bagi masker dari kain nonwoven (nirtenun) dan masker bayi.
Pengemasan
Sementara itu, pengemasan masker kain dibuat per buah, dilipat, atau dibungkus plastik. Kemasan masker harus diberi keterangan merek, negara pembuat, jenis serat lapisan, label cuci sebelum pakai, petunjuk pencucian, dan tipe masker kain.
Dalam penerapannya, masih diperlukan persiapan untuk sampai pada tahap produksi. Sehingga, sementara ini masker kain masih dapat dijual bebas hingga ada lembaga sertifikasi.
Meski demikian, produsen masker mulai dapat membuat masker menyesuaikan SNI, walaupun tidak bersertifikasi.
Cara mendapatkan label SNI
Diberitakan sebelumnya, label SNI akan melindungi hak-hak dan kewajiban dalam proses produksi atau pemasaran suatu produk.
Sehingga, produsen akan memiliki jaminan kualitas pada barang-barang yang diproduksi.
Berikut prosedur yang harus dijalani untuk mengurus atau mendapatkan label SNI.
1. Mengisi formulir permohonan SPPT SNI Formulir Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI diisi dengan melampirkan beberapa dokumen seperti fotokopi sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang dilegalisasi Sertifikat dari LSSM negeri asal produk yang telah punya perjanjian saling pengakuan dengan KAN, jika produk berasal dari luar negeri atau produk impor.
2. Verifikasi permohonan Verifikasi permohonan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standardisasi (LSPro-Pustan) Kemenperin, di mana proses ini membutuhkan waktu satu hari. Verifikasi dilakukan pada beberapa hal, termasuk jangkauan lokasi audit dan kemampuan dalam memahami bahasa setempat.
Setelah verifikasi selesai, akan diberi invoice rincian biaya yang harus dibayarkan.
3. Audit sistem manajemen mutu produsen Pengecekan kesusian penerapan sistem manajemen mutu dilakukan dengan pemeriksaan soal kelengkapan dan kecukupan dokumen sistem manajemen mutu produsen terhadap persyaratan SPPT SNI.
Jika ditemukan ketidaksesuaian, harus dilakukan koreksi dalam waktu maksimal dua bulan.
4. Pengujian sampel produk Tim LSPro-Pustan akan datang ke tempat produksi dan mengambil sampel produk untuk diuji. Proses pengujian dilakukan di laboratorium penguji atau lembaga inspeksi yang telah terakreditasi.
Jika dilakukan di laboratorium milik produsen, membutuhkan saksi saat pengujian. Proses ini dilakukan dalam waktu minimal 20 hari kerja.
5. Penilaian sampel produk Laboratorium penguji akan menerbitkan Sertifikasi Hasil Uji. Hasil pengujian yang tidak memenuhi persyaratan SNI, pemohon diminta segera melakukan pengujian ulang. Jika tak sesuai persyaratan SNI, maka permohonan SPPT SNI ditolak.
6. Keputusan sertifikasi Setelah semua proses selesai dilaksanakan, tim akan merapatkan hasil audit dan hasil uji. Semua dokumen audit dan hasil uji menjadi bahan rapat panel tinjauan SPPT SNI LSPro-Pustan Deperin.
Proses penyiapan bahan biasanya memerlukan waktu tujuh hari kerja dan rapat panel dilaksanakan dalam waktu satu hari.
7. Pemberian SPPT-SNI LSPro-Pustan akan melakukan klarifikasi terhadap perusahaan atau produsen yang bersangkutan setelah rapat panel selesai.
Keputusan pemberian sertifikat didasarkan pada hasil evaluasi produk yang memenuhi kriteria kelengkapan administrasi, ketentuan SNI, dan proses produksi serta sistem manajemen mutu yang diterapkan dapat menjamin konsistensi mutu produk.
Jika seluruh ketentuan terpenuhi, LSPro-Pustan Deperin akan menerbitkan SPPT SNI untuk produk pemohon.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2007, perkiraan biaya pengurusan SNI sekitar Rp 10-40 juta.